Selasa, 25 Agustus 2009

Bener, aku tak kenal dengan mas ini (sebuah pengingat..)

--safari tarawih, 5 Ramadhan 1430 H--
Bagian 2

Saat masuk pelataran masjid, lampu merah panjang di tangannya sudah melambai. Kutuju arahnya. Duh, jauh dari tempat sholat… Tapi ga papalah, itung-itung nambah langkah sama dengan nambah lemak yang dibuang. Dia berdiri di depan tempat aku akhirnya menghentikan sepedaku.

Bener, aku tak kenal dengan mas ini. Tapi lihat, dia berpura-pura hendak tertabrak. Loncat beberapa langkah ke kanan dan tangannya menunjukkan angka lima di depan sepedaku. Tertawalah dia. Aku jadi ingin mengikuti babak sandiwara yang sudah dikarangnya. Bagaimana tidak bersandiwara, lawong sekali lagi, bener, aku tak kenal dengan mas ini. Tapi lagaknya seperti teman yang sudah kukenal lama.
Selesai tarawih, aku lihat tanda-tanda pria berkupluk putih dan berjaket abu-abu itu tak ikut sholat tarawih, meskipun dia juga ada di masjid. Sembari berjalan menuju sepeda, kulihat dia menghampiriku dan bertanya apakah aku bisa mengeluarkan sepedaku. Kutolak dengan halus, kalo posisi sepedaku saat ini sih, aku juga bisa sendiri. Biar dia kembali menjaga sepeda yang lain.

Keputusanku mengeluarkan sepedaku sendiri ternyata tepat! Mas tadi bisa membantu seorang kakek yang kesulitan mengeluarkan sepeda karena sepedanya tertutup oleh kuda bermesin yang lain.
“Makasi ya, mas..” Kulontarkan ucapan pamungkas untuk mengakhiri perjumpaanku dengan seorang tukang parkir di masjid Darussalam malam itu.
Adegan singkat dengan aktor utama seorang pemuda yang memilih jadi tukang parkir itu menimbulkan percikan-percikan pertanyaan dan kesimpulan. Terus kapan ya, dia sholatnya? Ah, pastinya dia tidak memilih ikut sholat berjamaah karena dia harus menjaga sebegitu banyak sepeda dan mobil punya jamaah. Coba jika dia juga ikut sholat. Pasti kegelisahan atas harta sedikit banyak mengganggu kekhusyukan ibadah orang yang berjubelan di masjid tadi.
Sampai di luar pagar, kulihat lagi tiga orang bapak polisi yang mengatur agar jamaah yang keluar dari masjid bisa menyeberang dengan aman. Mereka juga sepertinya belum sholat tarawih..

Tukang parkir dan polisi tadi menggedor pikiranku. Coba, untuk memenuhi keinginanku menggapai ridho Allah malam itu, berapa orang yang telah membantuku? Nuning yang menemaniku, adalah bukti yang paling terlihat.
Lalu, bukankah tukang parkir dan polisi tadi juga sudah membantuku? Coba jika tak ada mereka. Parkir jadi amburadul, sehingga pas pulang bakal terjadi keributan. Jalan jadi semrawut, karena semua ingin maju duluan.
Belum lagi, jasa tukang bensin, minuman sepedaku. Lalu tukang pompa ban, tukang jahit mukena, tukang lem sepatu, dan masih banyak orang dibalik kegiatan kita, yang kadang terlupakan jasanya. Bahkan untuk mengucapkan kalimat ‘terima kasih’ saja kita masih berat karena menganggap pekerjaan mereka yang simpel dan remeh temeh.

Yuk, kita coba dengan tak lupa mengucapkan terima kasih yang tulus disertai doa dalam hati, agar Allah member i barokah atas apa yang dilakukannya, diberi-Nya mereka kesehatan dan kesabaran, kepada siapapun sebagai wujud terima kasih terkecil kita.
Terima kasih kepada tukang parkir, tukang sayur, tukang fotokopi, tukang kebersihan, dan tukang-tukang yang lain. Tanpa usaha kalian, hidupku bakal merana…

Tidak ada komentar: