Selasa, 22 September 2009

sensasi belanja)

(catatan harian tgl. 22 September 2009)

Seorang ibu (ekhm..), kaget dan berkata, “Lho, kok nang pasar?” setelah beradu pandang denganku beberapa menit.

Hehe, emang aneh ya, seorang Eva Ariyani Muhadi a.k.a Ephol ada di pasar? Untuk konteks akhir-akhir ni, iya memang. Entah kapan terakhir aku merasakan sensasi berbelanja di pasar tradisional jalan Pramuka ini. Kalo tidak libur hari raya seperti sekarang, aku pasti memilih melakukan hal yang lain. Karena sepupuku yang biasanya mengambil alih pekerjaan khas wanita ini, lagi mudik.

Yah, karena lama tak mengubek-ubek pasar, sedikit kagok saat masuk. Bismillah.. dengan me’mercaya’kan diri, aku melangkah (btw, gimana ndak percaya diri… Kan udah mandi..). Ternyata, haplusdua lebaran masih membuat pasar ini lebih lengang dari biasanya. Lumayanlah, bisa sedikit membantuku mengurangi kekhawatiran tak bisa beradaptasi dengan lingkungan pasar.

Nah, tujuan pertamaku adalah bidak mbak Kah yang menjual sayur mayur dan tempe tahu. Wuih, seneng banget liat sayuran yang ijo-ijo, blewah yang kuning, tempe yang satu sisinya terbungkus (biasanya tempe bungkus daun pisang itu di dua ujungnya sama-sama terbuka, seperti habis dipotong. Kalo keadaan seperti ini, akan membuat tempe menjadi cepat kering di kedua ujungnya. Kalo satu ujungnya terbungkus kan lumayan, hanya satu sisi yang cepet mengering), dan baby corn alias kathek yang murah (tambah Lombok ijo ½ ons enak tuh dioseng-oseng!). Hampir 75% belanjaanku selesai disitu.

Mbak Kah emang jempolan. Pedagang yang dulu kutitipi jualan telorku ini sudah all out, meski pedagang lain belum buka. Seperti mbak Lis pedagang ayam langgananku yang tak terlihat dagangannya (untung belom ingin makan ayam-belom boleh tepatnya-). Baru saja kulewati bidaknya.. eh, ketemu ma seorang pemuda yang rapi jali seperti hendak ke kantor (jika celana pendeknya diganti celana panjang). Mas Aris, kakak kelas SMAku yang sekarang jadi abdi Negara di bagian keuangan, lantas menyapaku dengan kalimat, “Lho, suaminya mana, Va?” (haiyya… pertanyaan itu lagi!). “Tau deh kemana tu…Hehe, duluan mas!” ngacir kusetelah berbasa-basi dengannya yang ternyata lagi mengantar sang ibunda.

Hyak, keep focus! Sekarang berburu pesenan nyokap, ikan pindang! Dari ujung barat, belok ke selatan, menuju ke timur, belok ke utara, eh ternyata si ikan nasibnya sama kayak si ayam! Masih mudik di rumah sodara!

Selanjutnya aku mencari air kelapa, buat bekal bikin tempe n tahu bacem. Kulewati lagi beberapa bidak yang lengang hingga akhirnya tiba di penjual kelapa. Sedikit menunggu membuatku sadar, bahwa harga dagangan di pasar masih di atas. Sebutir kelapa yang dulu harganya sekitar 3000, sekarang jadi 5000! Fyuh, barokah lebaran buat para penjual.. Selesai mengantri di penjual kelapa, aku baru teringat, BAWANG PUTIH ½ kg! Karna dua tangan ni dah penuh, kuberjalan deh ke parkiran, untuk menaruh dulu hasil belanjaku. Sambil bersusah payah menggantung dua kresek penuh belanjaan, aku mendengar ibu-ibu yang menawar dhumbek (jajan khas Tuban yang bentuknya seperti terompet)..
“Ha? Telungewu? Biasane cumak rongewu ngono lo, pak..”

He'eh, satu bukti lagi bahwa momen lebaran berhasil menarik harga-harga ke atas dan menarik kolor agar manusia lebih berhemat (eh, bukannya ditarik karna perutnya mengecil setelah berpuasa sebulan?).

Bukti lagi jika lebaran dua hari lalu masih membuat beberapa barang dagangan enggan tampil ‘cantik’. Sambil berjalan ke penjual bawang, aku melanjutkan pencarianku pada tomat buah. Bokap pengen jus tomat. Tapiiii, kap, sepertinya pedagang tomat sepasar itu lagi kompakan menyimpan tomat-tomat segarnya! Maaf ya..

Ahh, puas berbelanja dengan sedikit menahan keinginan ‘menumpuk’ beberapa sayuran lagi, aku pulang dengan mengingat-ingat pertanyaan seorang ibu yang kukenal beberapa bulan belakangan itu. Sebenarnya, saya sering ke pasar kok, bu… Dulu tapi..

Jaman sekolah dulu, mulai dari kelas 6 SD aku sudah terbiasa berbelanja sendiri di pasar. Meski dulu masih rela ‘bersabar’ jika diserobot pembeli lain saat antri dilayani sang penjual, atau hanya mengandalkan catatan dari ibu yang mengakibatkan kebingungan luar biasa saat catatan itu hilang, atau juga hanya diam ketika diberi barang yang buruk. Dan hampir setiap hari Ahad ibuku membiasakanku untuk melakukan pekerjaan khas wanita ini. Perlahan tapi pasti kebiasaan pasrah itu hilang, namun masih meninggalkan rasa ‘ndak tega nawar’.

Seringnya aku ke pasar, bahkan dulu ibu sering nitip belanja sebelum aku berangkat sekolah (jadi aku masuk pasar pake seragam abu-abu!), membuat beberapa pedagang mengenalku. Akibat pengenalan itu, aku sering mempercayakan pilihan kualitas barang dagangan. Dan saat aku ke pasar bersama seorang teman karna tuntutan jadi sie konsumsi, jam 10 pagi (waktu yang unik untuk pergi ke pasar itu, dulu) aku ngublek pasar. Beberapa pedagang menyapaku, dan temanku keheranan kemudian melaporkannya ke teman2 lain.. “Mosok, wong sak pasar kenal Ephol kabeh!” Hehehe, ga segitunya deh..
Namun, masa ‘terkenal’di pasar itu terhenti dengan kesibukan studiku di luar kota yang menyebabkan kesempatan bisa ke pasar hanya saat libur saja. benar-benar terhenti karena kesibukan pekerjaanku, yang terkadang hari Ahadpun ndak jadi libur! Minim hanya menunggui sepupuku di luar. Padahal di dalam sana, setting tempatnya pasti sudah berubah, dan pedagangnyapun semakin banyak. Permainan harga apalagi! Semakin asing bagiku!

Dan hari ini, aku merasakan sensasi luar biasa saat berbelanja. Melihat jenis sayuran yang diluar rencana dari rumah, menyebabkan pikiranku me ‘loading’ ide hendak masak/dimasakkan apa. Dan keasyikan memilah-milah dagangan untuk mendapatkan yang terbaik. Belum lagi ketika bertemu dengan seseorang yang tak terduga seperti teman lawas, ibunya teman, guru, dan lainnya.

Ah, tak sabar rasanya berbelanja untuk kemudian bereksperimen di dapur, bersama (dan untuk) anak-anak plus suami.. (hikikik… Lagi ngarep!).

Kamis, 27 Agustus 2009

biar semangat nyari ilmu...

--safari tarawih, 7 Ramadhan 1430 H--
Masjid Al Falah, Tuban

emang berat mendatangi sebuah majelis ilmu. Banyak pilihan yang lebih menantang dan terlihat mengasyikkan daripada sekedar duduk dan mendengar orang ceramah di depan. Beberapa sahabat sempat, mengutarakan bahwa daripada datang ke majelis ilmu seperti pengajian rutin ahad pagi, beberapa lebih memilih berolahraga atau pelesir ke luar kota, pulang kampung, atau sekedar menarik selimut lagi setelah sholat shubuh. Kalo menurutku, it's fine. itu pilihan. Tapi, terkadang semua harus kita jadikan seimbang. Yah, bolehlah pekan ini olahraga.. pekan depannya ngaji..raga sehat, ruhiyah juga sehat..

kali ni, ada yang nyambungkan majelis ilmu dengan ramadhan. Yup, salah satu cara ngisi ramadhan adalah dengan mendatangi majelis ilmu, seperti nunggu nasehat di sela-sela tarawih kayak gini..

Nah, untuk meningkatkan semangat kita dalam mencari ilmu, berikut hadist yang disampaikan oleh sang khotib:

(Redaksinya tidak disebutin dengan jelas!)
"Barang siapa mendatangi sebuah majelis ilmu saat bulan Ramadhan, maka Allah akan menghitung tiap langkahnya setara dengan ibadah setahun."

"Orang yang berjalan dari rumah untuk cari ilmu, Allah akan memudahkan untuknya masuk surga"

So, ke majelis ilmu? apa salahnya?

Selasa, 25 Agustus 2009

Bener, aku tak kenal dengan mas ini (sebuah pengingat..)

--safari tarawih, 5 Ramadhan 1430 H--
Bagian 2

Saat masuk pelataran masjid, lampu merah panjang di tangannya sudah melambai. Kutuju arahnya. Duh, jauh dari tempat sholat… Tapi ga papalah, itung-itung nambah langkah sama dengan nambah lemak yang dibuang. Dia berdiri di depan tempat aku akhirnya menghentikan sepedaku.

Bener, aku tak kenal dengan mas ini. Tapi lihat, dia berpura-pura hendak tertabrak. Loncat beberapa langkah ke kanan dan tangannya menunjukkan angka lima di depan sepedaku. Tertawalah dia. Aku jadi ingin mengikuti babak sandiwara yang sudah dikarangnya. Bagaimana tidak bersandiwara, lawong sekali lagi, bener, aku tak kenal dengan mas ini. Tapi lagaknya seperti teman yang sudah kukenal lama.
Selesai tarawih, aku lihat tanda-tanda pria berkupluk putih dan berjaket abu-abu itu tak ikut sholat tarawih, meskipun dia juga ada di masjid. Sembari berjalan menuju sepeda, kulihat dia menghampiriku dan bertanya apakah aku bisa mengeluarkan sepedaku. Kutolak dengan halus, kalo posisi sepedaku saat ini sih, aku juga bisa sendiri. Biar dia kembali menjaga sepeda yang lain.

Keputusanku mengeluarkan sepedaku sendiri ternyata tepat! Mas tadi bisa membantu seorang kakek yang kesulitan mengeluarkan sepeda karena sepedanya tertutup oleh kuda bermesin yang lain.
“Makasi ya, mas..” Kulontarkan ucapan pamungkas untuk mengakhiri perjumpaanku dengan seorang tukang parkir di masjid Darussalam malam itu.
Adegan singkat dengan aktor utama seorang pemuda yang memilih jadi tukang parkir itu menimbulkan percikan-percikan pertanyaan dan kesimpulan. Terus kapan ya, dia sholatnya? Ah, pastinya dia tidak memilih ikut sholat berjamaah karena dia harus menjaga sebegitu banyak sepeda dan mobil punya jamaah. Coba jika dia juga ikut sholat. Pasti kegelisahan atas harta sedikit banyak mengganggu kekhusyukan ibadah orang yang berjubelan di masjid tadi.
Sampai di luar pagar, kulihat lagi tiga orang bapak polisi yang mengatur agar jamaah yang keluar dari masjid bisa menyeberang dengan aman. Mereka juga sepertinya belum sholat tarawih..

Tukang parkir dan polisi tadi menggedor pikiranku. Coba, untuk memenuhi keinginanku menggapai ridho Allah malam itu, berapa orang yang telah membantuku? Nuning yang menemaniku, adalah bukti yang paling terlihat.
Lalu, bukankah tukang parkir dan polisi tadi juga sudah membantuku? Coba jika tak ada mereka. Parkir jadi amburadul, sehingga pas pulang bakal terjadi keributan. Jalan jadi semrawut, karena semua ingin maju duluan.
Belum lagi, jasa tukang bensin, minuman sepedaku. Lalu tukang pompa ban, tukang jahit mukena, tukang lem sepatu, dan masih banyak orang dibalik kegiatan kita, yang kadang terlupakan jasanya. Bahkan untuk mengucapkan kalimat ‘terima kasih’ saja kita masih berat karena menganggap pekerjaan mereka yang simpel dan remeh temeh.

Yuk, kita coba dengan tak lupa mengucapkan terima kasih yang tulus disertai doa dalam hati, agar Allah member i barokah atas apa yang dilakukannya, diberi-Nya mereka kesehatan dan kesabaran, kepada siapapun sebagai wujud terima kasih terkecil kita.
Terima kasih kepada tukang parkir, tukang sayur, tukang fotokopi, tukang kebersihan, dan tukang-tukang yang lain. Tanpa usaha kalian, hidupku bakal merana…

surga dan neraka itu pilihan kita

--safari tarawih, 5 Ramadhan 1430 H--

...ada 4 golongan manusia yang dirindu syurga.
1. Orang yang gemar dan rajin membaca plus belajar Al Qur'an
2. Orang yang pandai menjaga lisan (tidak berkata jorok atau berkata yang menyakitkan orang lain)
3. Suka memberi makan orang (bisa pula dengan infaq/shodaqoh/zakat)
4. Orang yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan ihklas
(euh, baca yang nomor 4, bikin tambah semangat puasanya!)

* * *


Bagian 1

Masjid Darussalam (Ketagihan!)

Masuk surga atau neraka kelak, itu pilihan manusia. Bukan karena Allah yang memasukkan kita. La wong Allah ndak butuh semua ibadah kita. Kita itu beribadah atau tidak, sebenarnya untuk kita sendiri. Kita tidak beribadahpun juga untuk kita sendiri. Yang milih menahan tak makan sampai maghrib tiba, manfaatnya kembali padanya. Pahalanya berlipat ganda hari itu. Yang milih berbuka di siang bolong saat ramadhan, itu juga untuk menghapus lapar dan hausnya sendiri dan menghilangkan kesempatan untuk meraup janji Allah di hari itu.

"Barang siapa yang mengerjakan kebaikan sebesar dzarrah-pun, niscaya dia akan melihat balasannya. dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah-pun , niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula." (QS AL ZALZALAH:7-8)


Jadi, jika manusia memilih untuk berbuat kebaikan, sebenarnya dia sedang memilih surga. Sedangkan ketika yang lain memilih untuk berbuat sesuatu yang dibenci Allah, sekecil apapun dia akan merasakan balasannya di neraka.

Nah, tinggal kita sekarang, milih mana, surga atau neraka? Kalo milih neraka, sanaaaaaaaaaaaaa... jauh-jauh dari Eva! Tar aku bisa ketularan, ikut-ikutan berbuat yang mubadzir! Gimana ndak mubadzir.. udah kenikmatannya sesaat (penyesalannya yang lama), bikin sengsara di akhirat lagi..

Tapi kalo milih surga... Sini-sini, deket2 sama Eva, biar Eva bisa ketularan semangat berbuat baiknya.. HEHEHE..

mau kita mulai dari mana, saudara? Karena sabda Rosululloh (sayang, khotibnya tak menyebutkan riwayat siapa hadist ini) ada 4 golongan manusia yang dirindu syurga.
1. Orang yang gemar dan rajin membaca plus belajar Al Qur'an
2. Orang yang pandai menjaga lisan (tidak berkata jorok atau berkata yang menyakitkan orang lain)
3. Suka memberi makan orang (bisa pula dengan infaq/shodaqoh/zakat)
4. Orang yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan ihklas
(euh, baca yang nomor 4, bikin tambah semangat puasanya!)

Semoga kita termasuk minimal 1 dari 4 golongan tadi. Kalo ndak, ya... at least sedang berusaha menuju kesitu, lah... memilih surga sebagai tempat abadi kita..

tarawih kompak, urusan yang lain, kompak juga dong...

--safari tarawih, 4 Ramadhan 1430 H--

Pengennya si ke masjid Agung... Tapi, kondisi tubuh lagi ga fit, hati juga lagi gelisah, trus, setoran tadarus juga belum kelar.. jadi nyari yang dekat tapi tetep keluar kampung..

ternyata pilihanku ga salah. di Masjid Al Fajri daerah Latsari sebelah tengah ini, ibadah tarawih jadi lebih tenang. Tak terdengar suara anak-anak yang bermain atau ngobrol. termasuk si centil Sasha, muridku, yang waktu itu, aku melihat dia sama mamanya, khatam sampai 11 rakaat.

Gimana ndak terkondisi seperti itu, la wong nasehatnya malam itu membahas tentang tata cara menghormati masjid sebagai rumah Allah. Yaitu:
1. Mengajak anak ke masjid itu boleh, jika untuk mengenalkan mereka dengan kegiatan ibadah. Namun, terkadang karna khas anak-anak yang suka bermain atau bahkan menangis, membuat para orang tua harus berfikir ulang, bagaimana caranya agar dirinya, anaknya, dan jamaah lain sama-sama mendapat rahmat Allah melalui ibadah itu.
2.Ritme sholat jgn terlalu cepat.
3.Pake pakaian yang sopan n atau yang bebas dari kata2/gambar yang menarik perhatian sehingga bisa mengganggu kekhusyukan jamaah lain.


Sebelumnya, sang khotib membuka wacana jamaah dengan mengatakan "Lihatlah.. ketika ramadhan tiba. Betapa umat muslim itu terlihat kompak! Apalagi jika saatnya tarawih. Belum juga adzan, kita semua berbondong-bondong untuk jamaah tarawih di masjid. Pertanyaannya, sudahkah kita juga kompak selain saat tarawih? saat di tempat kerja? dengan keluarga? Dengan tetangga?"

Semoga segala sikut-sikutan, perkelahian atas pertahanan ego yang berlebihan, bisa segera hilang dengan kita berlatih kompak saat bertarawih di bulan ramadhan ini..

(ngantuk... kapan-kapan tulisannya ditambah lagi, deh... endingnya kurang sip kayaknya)

Minggu, 23 Agustus 2009

Semoga mereka yang di tengah alun-alun, benar-benar sudah tarawih (nikmat dibalik sholat tarawih di tiap malamnya)

--catatan yang tertinggal, Safari tarawih 2 Ramadhan 1430--

Alhamdulillah, nikmat sekali trawihku malam ini. Delapan rokaat minus witir tapi plus bawa nasehat yang berjibun.

Emang masjid ini terkenal dengan ketertiban ibadahnya. Informasi dari bokap, bahkan ada petugas khusus yang menjaga agar suasana beribadah jamaah ndak kacau alias ribut.. Ndak ada tu anak-anak berkeliaran, atau sekedar leyeh-leyeh. Di masjid Darussalam gerdu papak inilah kuturunkan pilihan pertama untuk mengawali roadshow ramadhanku.


sepulang dari situ, karna malam ini malam ahad, iseng kulaju kendaraan ke arah alun-alun.

Loh, loh... belom2 di depan masjid udah ada gerombolan pemuda-pemudi yang hanya kongkow2..?

Apa mereka ga tarawih?

Belum lagi ketika kulihat di tengah alun-alun.. Ah, seharusnya untuk ukuran trawih2 pertama yang katanya paling banyak orang semangat melaksanakan, orangnya ga sebanyak itu! Masak seperti hari-hari biasa, se?

Astaghfirullah, kok aku jadi negative thinking? Belum tentu kan mereka yang di tengah alun-alun itu bener2 belom trawih! Kali aja abis trawih, mereka langsung meluncur ke tengah sana! Ato bisa juga, kali aja yang di tengah sana para ibu-ibu dan mbak-mbak yang lagi halangan, sehingga ga bisa sholat. O, apa yang di tengah sana itu non muslim semua?

Bisa juga, karna yang di tengah sana belum tahu apa yang abis kubaca tentang pesona sholat tarawih..

Ali bin Abi Tholib pernah meriwayatkan sebuah hadist yang merupakan jawaban Rasulullah ketika ditanya para sahabat mengenai keutamaan dan kelebihan shalat Tarawih tiap malam di bulan Ramadhan:

malam 1 :orang yang bertarawih akan diampuni dosa-dosanya seperti ia baru dilahirkan.

malam 2 : seseorang diampuni dosa-dosanya dan dosa kedua orang tuanya.

malam 3 : Para malaikat di bawah 'Arasy menyeru pada manusia yg sholat tarawih agar meneruskan sholatnya pada malam-malam yang lain..

malam 4 : Orang yang mengerjakan shalat Tarawih akan memperoleh pahala sebagaimana pahala yang diperoleh orang yang membaca kitab-kitab Taurat, Zabur, Injil, dan Al Qur'an

malam 5 : Allah melimpahkan pahala seperti pahala orang mengerjakan sholat di Masjidil Haram, masjid Nabawi , dan masjidil Aqsa

malam 6 : Allah melimpahkan pahala seperti pahala para malaikat yang berthawaf di Baitul Makmur.

malam 7 : seolah sedang bertemu dengan nabi Musa dan menolong nabi Musa dalam menentang Fir'aun dan Hamman

malam 8 :Allah menganugerahkan pahala sebagaimana pahala yang dilimpahkan pada nabi Ibrahim

malam 9 : Allah melimpahkan pahala dan menaikkan mutu ibadah hamba-Nya seperti Nabi Muhammad

malam 10: Allah melimpahkan padanya kebaikan dunia dan akhirat

malam 11: Jika meninggal, dia akan meninggal dalam keadaan bersih seperti baru saja dilahirkan

malam 12: Ia dibangkitkan pada hari kiamat dengan muka bercahaya

malam 13: Ia datang pada hari kiamat dalam keadaan aman dan terlindung dari segala kejahatan dan keburukan

malam 14: Para malaikat datang menyaksikan mereka yang sholat tarawih serta Allah tidak akan menyesatkan mereka

malam 15: Semua malaikat yang memukul 'Arasy akan bershalawat dan mendoakan supaya Allah mengampunkan dosa-dosanya

malam 16: Allah menuliskan baginya agar terlepas dari api neraka dan dimasukkan ke dalam surga

malam 17: Allah menuliskan pahala untuknya sebanyak pahala para nabi

malam 18: Malaikat akan menyeru: " Wahai hamba Allah, sesungguhnya Allah telah ridho denganmu dan dengan kedua orang tuamu (yang masih hidup maupun yang sudah tiada)

malam 19: Allah akan meninggikan derajatnya di surga firdaus

malam 20: Allah meilmpahkan padanya pahala seperti orang mati syahid dan kaum sholeh

malam 21: Allah membangunkan untuknya sebuah mahligai di surga yang terbuat dari cahaya

malam 22: Dia datang di hari kiamat dalam keadaan aman dan terlindung dari huru-hara

malam 23: Allah membangunkan dia sebuah bandar di surga dari cahaya

malam 24: Allah membuka peluang untuk ibadah selama 20 tahun

malam 25: Allah mencabut siksa kubur darinya

malam 26: Allah melimpahkan pahala 40 tahun ibadah

malam 27: Allah melimpahkan padanua kemudahan untuk melintasi Shirath al Mustaqim

malam 28: Allah menaikkan kedudukannya 1000 derajat di akhirat

malam 29: Allah melimpahkan padanya pahala haji mabrur

malam 30: Allah memberi penghormatan padanya di malam terakhir dengan firman-Nya: "wahai hamba-Ku! Makanlah segala jenis buah-buahan yang engkau inginkan untuk dimakan di dalam surga dan mandilah di dalam sungai yang bernama Salsabila serta minumlah air dari telaga

kapok di masjid ntu..

--safari tarawih, 3 Ramadhan 1430 H--


.....Emang ndak ada anak-anak yang bermain bom-bom car disana. Tak ada pula anak-anak yang panjat tebing disana. Tapi, selesai sholat isya, di belakangku seolah ada suara beribu tawon.. wungg…wungg..wungg..




* * *

Hari ini salah milih masjid untuk tarawih. Udah diingetkan sbenere ma bokap, “jo aneh-aneh. Tarawih iku ojo ning masjid sing ndelik2..

Namun berbekal niat, menyelami kehidupan kota Tuban sampai sudut manapun, aku tetap beribadah di sebuah masjid yang baru kuingat kemaren ‘terletak’ di dekat sekolahku dulu. Masjid Sabilul Muttaqin, namanyapun baru kudapat tadi. Tak seberapa besar memang. Jamaahnya pun tak sebanyak masjid Darussalam yang kemaren kukunjungi. Kaca di depan tempatku menggelar sajadah bertuliskan “BUKAN TEMPAT BERMAIN UNTUK ANAK-ANAK”. Hmmmf… komitmen yang hebat untuk menjaga kekhusyukan jamaah.



Tapi, apa yang terjadi? Emang ndak ada anak-anak yang bermain bom-bom car disana. Tak ada pula anak-anak yang panjat tebing disana. Tapi, selesai sholat isya, di belakangku seolah ada suara beribu tawon.. wungg…wungg..wungg..
Bukan anak-anak ternyata yang berbuat ulah! Para remaja putri dan ibu-ibu yang beraksi. Entah apa yang mereka omongkan… Oh, God.. sejak rakaat pertama sampai terakhir, tarawihku jadi ngglambyar kemana-mana…
Belum lagi suara-suara dari masjid lain yang juga terdengar sampe tempatku berkencan dengan Allah.. Fyuh… Kapok deh di masjid itu. Mana tiwas ditunggu ceramahnya, e, Cuma keluar satu hadist doang!

“Barang siapa berpuasa di bulan Ramadhan dengan iman dan mengharap ridho Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhori)